This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Minggu, 08 September 2013

Sumber Permusuhan Aremania vs Bonek (Others Version)

Belum habis rasa penasaran ayas atas posting ayas sebelumnya yang berjudul sumber permusuhan Aremania vs Bonek  yang mengulas tentang segala sesuatu yang menyebabkan perseteruan antara dua kelompok supporter terbesar di Indonesia, yaitu antara Aremania dengan Bonek. Setiap kali ayas buka internet, sudah dapat ayas pastikan dalam satu tab terpisah, ayas pasti membuka Mr Google yang sangat lengkap pengetahuannya tentang apapun. Dalam tab tersebut, ayas mengetikkan judul2 yang sekiranya bisa ayas pakai untuk mencari file2, artikel2, posting2 yang berbau dan memuat tentang Aremania vs Bonek.
Memang ayas ini tergolong agak bagus rejekinya, sehingga  ada aja posting2 yang ayas temui yang memuat tentang Aremania vs Bonek. Saat ini ayas sedang membuka salah satu posting yang judulnya plek sama dengan judul posting ayas, tapi ditambahi dengan istilah2 lainnya dalam judulnya. Blog bernama cak-faris.blogspot.com memuat judulSepakbola, Kapitalisme, dan Konflik Sosial: Sejarah Perseteruan Aremania dan Bonek. Karena penasaran ayas mencoba untuk membukanya, ternyata puanjang sekali isinya. Tapi demi memuaskan rasa penasaran ayas ayas membukanya. Materinya buagus ternyata, ayas membacanya……..(sek tak moco yoooo……..) setelah beberapa lama tik tok tik tok tik tok…….(bunyi jam), akhirnya belum selesai ayas mbaca, ayas mikir, mending tak bagi2 ae nang nawak2 pembaca lainnya lewat blog ayas.
Ok, setelah ayas semedi dan berdo’a untuk memohon petunjuk (jare arek2 lebay…..), ayas tekadkan untuk memuatnya ulang disini. Monggo disimak :
Pendahuluan
Hari ini persepakbolaan nasional sudah mulai menapak maju, dimana setiap klub sepakbola yang ada dibawah naungan PSSI (Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia) dibina untuk lebih profesional. Bentuk profesionalitas itu oleh PSSI dituangkan dalam format baru Liga Indonesia, dimana sejak tahun 1994 kompetisi yang sebelumnya terbagi dua disatukan dalam konsep Liga Indonesa dengan kasta tertinggi terletak pada Divisi Utama. Setelah berganti-ganti konsep dan format kompetisi, akhirnya pada tahun 2008 Divisi Utama Liga Indonesia berubah menjadi Indonesian Super League. Proses pembinaan kompetisi beserta klub-klub yang ada didalamnya diharapkan mampu membuat iklim sepakbola di Indonesia menjadi lebih modern dan mampu menelurkan bibit-bibit baru pemain asli Indonesia yang lebih berkualitas.
Kemajuan persepakbolaan nasional tentu harus diikuti oleh komunitas suporter yang menjadi basis pendukung sebuah klub sepakbola. Karena adalah sebuah omong kosong apabila sebuah klub sepakbola itu mampu bertahan tanpa dukungan suporter yang ada dibelakangnya. Tetapi sayangnya sudah menjadi rahasia umum bahwasanya persepakbolaan Indonesia dikenal akan kerusuhan dan permainan yang menjurus kasar. Kerusuhan demi kerusuhan, entah itu akibat ketidakdewasaan suporter atau provokasi ofisial pertandingan kepada suporter menjadi cerita lama dalam dunia persepakbolaan Indonesia. Konflik Jakarta-Bandung, Semarang-Jepara, Jogja-Solo, dan Malang-Surabaya menjadi cerita pasti mengenai aroma panas dalam konflik suporter di Indonesia.
Belum dewasanya suporter di Indonesia tentu menjadi penghambat bagi pengembangan profesionalitas klub-klub di Indonesia. Aksi anarkis yang dilakukan oleh oknum suporter menjadi salah satu faktor lambatnya pengembangan profesionalitas klub Indonesia. Belajar dari kasus rasisme Aremania beberapa saat yang lalu tentu menjadi sebuah pelajaran berharga bagi seluruh elemen suporter yang ada. Kerugian sebesar hampir 1 miliar rupiah bagi Arema tentu menjadi sebuah permasalahan tersendiri. Arema yang merupakan klub profesional tanpa dukungan dana APBD tentu kesulitan membayar gaji pemain dan lainnya. Padahal skala permasalahan baru sekitar denda dan hukuman, belum pada level anarkisme tingkat tinggi seperti perusakan stadion dan beberapa fasilitas, kerusuhan antar-suporter, hingga aksi-aksi kejahatan yang melibatkan komunitas suporter.
Salah satu pertarungan suporter yang paling sering disorot oleh media massa adalah rivalitas Aremania dan Bonek. Dua elemen suporter dari Arema Indonesia  dan Persebaya Surabaya ini memiliki tensi rivalitas yang sangat tinggi, dimana perseteruan antar kedua elemen suporter ini tak jarang berakhir dengan bentrokan, kerusuhan, kerusakan material, hingga jatuhnya korban jiwa. Ekspresi saling benci keduanya juga tertumpah ketika mendukung kesebelasan masing-masing, walaupun yang dihadapi adalah tim sepakbola selain Arema Indonesia atau Persebaya Surabaya.
Konflik Aremania melawan Bonek sudah menjadi cerita lama dalam diskusi antar-suporter di Indonesia. Pertarungan yang sudah mendarah-daging dalam kedua elemen suporter tersebut menjadi bumbu pedas dalam forum antar-suporter. Walaupun belum ada yang pernah memfilmkannya layaknya film Romeo-Juliet, tetapi aroma panas selalu terasa dalam kehidupan sehari-hari warga Malang dan Surabaya. Tidak jarang ditemui di rumah seorang Aremania segala atribut Bonek menjadi kain lap, sementara di Surabaya segala atribut Aremania menjadi keset.
Aroma panas kedua elemen ini tentu menarik untuk dikaji dan diteliti lebih lanjut, karena sifat persaingannya yang begitu kental dan sudah mendarah-daging. Belum lagi pembentukan iklim sepakbola Indonesia ke arah modern tentu harus mewaspadai satu hal yang kini masih menjadi kontroversi: industri sepakbola. Modernisasi sepakbola secara tidak langsung membawa dunia sepakbola ke arah industri, dimana pada akhirnya kapital juga ikut bermain dalam menentukan suasana dan atmosfir sebuah pertandingan. Bukan tidak mungkin beberapa peristiwa yang berkaitan dengan sepakbola Indonesia hari ini berkaitan erat dengan suasana pasar ekonomi.
Selain dari perspektif industri sepakbola, tentu konflik-konflik yang timbul juga tidak luput dari permasalah sosial dan budaya dalam sebuah masyarakat. Masalah hegemoni dan pengakuan akan ‘the one and the best’ juga menjadi salah satu permasalah konflik suporter Indonesia. Persoalan chauvinisme dan fanatisme dalam sebuah masyarkat juga tidak dapat dihilangkan sebagai faktor-faktor pemicu konflik. Belum lagi soal dendam yang berasal dari peristiwa yang terjadi sebelumnya. Begitu banyak permasalahan yang timbul dalam masyarakat sehingga terbawa dalam kancah sepakbola membuat stadion masih belum menjadi tempat yang nyaman dalam menikmati pertandingan sepakbola.
Dengan mempelajari proses historis perseteruan kedua kelompok suporter ini diharapkan adanya pembelajaran serta solusi agar konflik-konflik yang terbangun menjadi sportif dan tidak anarkis. Pengkajian akan sebuah konflik dengan memandang dari perspektif sosiologi –dimana masyarakat dan kondisi kultural akan menjadi objek yang dikaji– diharapkan akan timbul sebuah mediasi entah itu berupa negoisasi atau yang lainnya. Dengan begitu posisi suporter sebagai sebuah pendukung klub akan terjadi hubungan timbal balik dengan klub yang didukung. Selain itu diharapkan pula perdamaian antar-suporter sepakbola yang ada di Indonesia dapat terjadi.

Yuli Sumpil: Sang Dirigen Aremania

YULI Sugianto atau Yuli Sumpil. Demikian lajang kelahiran 14 Juli 1976 ini biasa dipanggil rekan-rekannya sesama Aremania, pendukung fanatik Arema Indonesia. Sumpil menunjukkan kampung tempat ia tinggal, yakni di Jalan Sumpil Gang I, RT 3/RW 4 Kelurahan Purwantoro, Kecamatan Blimbing, Kota Malang, Jawa Timur.
Pemuda nyentrik dengan anting-anting di kedua kupingnya, topi yang tak lepas dari kepala, dan mengenakan kaus Aremania itulah ciri khasnya. Ia selalu semangat dalam membela klub berjuluk ‘Singo Edan’ itu.
Yuli mengawali kiprah sebagai Aremania sudah cukup lama, sejak kelas 5 SD. Ia selalu hadir di lapangan untuk mendukung klub kesayangannya waktu masih berkiprah di Galatama.
Yuli pun mengenang. Kendati tidak memiliki uang untuk membeli tiket, ia tetap berusaha menonton pertandingan secara langsung di Stadion Gajayana Kota Malang . Caranya, dengan ikut penonton dewasa yang bertiket agar bisa masuk di stadion. Menonton pertandingan sepak bola seperti itu dilakoninya hingga SMP.
Ketika usianya beranjak remaja, Yuli semakin berani dan bersemangat. Ia sering nekat meloncat truk agar sampai di kota tujuan tempat Arema berlaga. Dari sinilah, bersama kawan-kawannya yang nekat, kemudian muncul istilah ‘bondo nekat’ (bonek).
Laki-laki muda itu sudah menjadi suporter fanatik klub sepakbola Arema (Arek Malang). Yuli Sugianto adalah salah satu suporter paling populer di kalangan Aremania, sebutan bagi suporter Arema. Bersama suporter Persebaya (Persatuan Sepakbola Surabaya) yang disebut Bonek (bondho nekat/ modal nekat), Aremania terkenal sebagai suporter paling fanatik dalam sejarah sepakbola Indonesia.
Yuli berkisah sudah sejak anak-anak ia selalu berusaha melakukan apa saja demi menonton pertandingan Arema. Semasa duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP) misalnya, jika tak ingin terlambat datang ke stadion, ia harus membolos sekolah sore. Dan jika pertandingan berlangsung di luar kota, itu berarti ia harus siap sejak pagi, bersiap menunggu di pinggir jalan raya, dan siap melompat ke dalam bak truk atau mobil angkutan barang lain untuk menuju kota tujuan.
Sekarang Yuli adalah dirigen Aremania. Seorang dirigen, layaknya seorang konduktor dalam pertunjukan orkestra, adalah orang yang memimpin para suporter untuk menyanyi dan menari dalam sebuah pertandingan sepakbola. Seorang dirigen menentukan lagu mana yang harus dinyanyikan dan gerakan tubuh macam apa yang mesti dilakukan. Aremania punya dua dirigen. Selain Yuli juga ada Yosep, yang biasa dipanggil Kepet.
Di kalangan Aremania, dirigen dipilih dengan cara yang tidak terlalu rumit. Tidak ada pemungutan sura yang berlangsung dengan ketat. Seseorang dipilih menjadi dirigen karena penampilan fisiknya yang menarik (ceria, nyentrik, dll.), kemampuannya berkomunikasi dengan suporter lain, dan kemampuannya membangkitkan semangat suporter untuk terus memotivasi tim yang didukungnya. Oleh sejumlah suporter seorang dirigen ditunjuk dengan cara yang sulit dijelaskan, hampir kebetulan saja, sebelum sebuah pertandingan sepakbola dimainkan. Tetapi begitu seorang dirigen terpilih, jabatan itu akan disandangnya terus, tanpa batas waktu yang jelas, sampai ia mengundurkan diri atau kehilangan kemampuan untuk memimpin. Begitulah, tujuh tahun lalu dan Kepet terpilih begitu saja sebagai dirigen Aremania. Dan hanya kepada mereka berdualah 30 ribuan Aremania mau tunduk. “Mungkin saya dipilih karena berambut gondrong dan suka menari sambil memanjat pagar pembatas lapangan. Kalau Kepet mungkin karena ia punya banyak teman. Ia kan tinggal dekat stadion,” kata Yuli.
Di Stadion Gajayana Malang, markas Arema, Yuli dan Kepet mesti berbagi wilayah kekuasaan. Wilayah kekuasaan Yuli adalah tribun bagian timur, tepat di bawah papan skor. Wilayah Kepet adalah tribun bagian selatan. Sementara tribun VIP dibiarkan tanpa dirigen.
Pertandingan sepakbola biasanya dimulai jam 4 sore, tetapi para suporter sudah memadati stadion sejak 2 jam sebelumnya. Mereka memainkan genderang, terompet, menyanyi, menari dan menyulut kembang api dan petasan. Sebelum dirigen datang, atraksi-atraksi ini berlangsung sporadis, dalam kelompok-kelompok kecil, dan tidak kompak. Tetapi begitu mereka melihat kedatangan Yuli dan Kepet, secara otomatis semuanya akan bertepuk tangan dan bertempik-sorak seperti menyambut kedatangan presiden mereka. Yuli dan Kepet tersenyum, dan begitu mereka melambaikan tangan, ribuan suporter ini menjadi lebih tenang. Semua musik, lagu, dan tarian dihentikan. Yuli dan Kepet akan segera menaiki singgasana mereka, yaitu pagar besi pembatas lapangan setinggi 2 meter. Mereka mulai menjalankan tugasnya; sambil berdiri di atas pagar menghadap ke tribun penonton mereka menggerakkan tangan dan kaki, memiringkan dan memutar tubuhnya ke kiri, kanan, depan, dan belakang sebagai alat untuk memberi aba-aba. Ribuan penonton menjadi kompak dan memainkan musik, menyanyi, dan menari. Semuanya mengikuti aba-aba dan contoh gerakan yang dilakukan Yuli dan Kepet.
Sepuluh menit sebelum pertandingan dimulai, Yuli dan Kepet memberi aba-aba berhenti. Kalau mereka sudah menaikkan tangan kanan ke atas, itu artinya tarian akan berhenti dan para suporter akan segera menyanyikan lagu Padamu Negeri.[1] Para pemain memasuki lapangan, wasit meniup peluit, pertandingan segera dimulai, tarian dan lagu dimainkan kembali. Karena atraksi-atraksinya yang menarik, Arema pernah memenangi penghargaan suporter terbaik dari Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI).
Satu-satunya kelompok suporter besar yang tetap tinggal “liar” adalah Aremania. Klub dan Pemda tidak memberi bantuan dana atau berkeinginan membuat organisasi formal untuk suporter. Para suporter tetap membuat kelompoknya sendiri dengan keinginan mereka sendiri, kelompok-kelompok ini mereka sebut dengan Korwil (Koordinator Wiyalah). Di Malang sekarang ini sekurang-kurangnya ada 125 Korwil Aremania. Tiap Korwil punya seorang ketua yang hanya bertugas mengumpulkan suporter di wilayahnya menjelang Arema bertanding. “Tidak perlu organisasi-organisasian. Kalau ada organisasi itu repot, nanti malah diatur-atur, disuruh begini, disuruh begitu, bayar ini, bayar itu. Apalagi kalau sampai dikait-kaitkan sama partai politik segala,” kata Ponidi—dikenal sebagai Tembel—Ketua Korwil Stasiun. Meski tiap Korwil punya ciri khas sendiri, yang ditandai dengan bendera, spanduk, seragam, dan dandanannya, komando di stadion tetap ada di tangan dirigen. Hanya Yuli dan Kepet yang mampu mengatur dan menenangkan merea. “Pengurus klub atau walikota sekalipun tidak akan bisa ada artinya bagi suporter. Dia tak akan mampu mengatur 30 ribu orang. Tapi begitu Yuli atau Kepet yang ngomong, ya semuanya manut,” jelas Tembel.
Yuli adalah pemuda dari keluarga miskin yang tinggal di sebuah kampung di bagian timur Malang. Sebelum menjadi dirigen Aremania, sejak lulus dari sebuah Madarasah Aliyah, Yuli bekerja sebagai pencuci mikrolet—angkutan umum dalam kota. Ia biasa bekerja dari jam 4 sore hingga jam 12 malam, dari pekerjaannya, dalam sehari Yuli bisa memeroleh 10 ribu hingga 15 ribu rupiah.
Sejak menjadi dirigen, Yuli praktis berhenti bekerja. Menurutnya pilihan ini adalah saran orangtuanya yang tak tahan melihat Yuli menghabiskan hampir semua waktunya untuk mengurusi sepakbola, sepakbola, dan sepakbola. Ia kini menggantungkan hidupnya pada orangtuanya. Bapaknya, Asip, bekerja sebagai tukang kayu panggilan. Semenntara ibunya, Juwariyah, mendapatkan uang dengan menjual makanan rumahan bikinannya ke warung-warung di sekitar kampungnya. Yuli mengatakan setiap hari mendapat uang saku antara 500 hingga 2000 rupiah dari bapak atau ibunya. “Yul, ini ada sedikit uang untuk beli rokok,” kata Yuli menirukan ibunya.
Dalam kiprahnya sebagai seorang dirigen, sempat membuat seorang insan perfilman untuk mengangkatnya dalam sebuah film, yaitu  The Conductors, film dokumenter karya Andi Bachtiar Yusuf.
The Conductors berusaha untuk mengungkap sisi lain dari Addie MS (Twilite Orchestra), AG Sudibyo (Paduan Suara Mahasiswa UI) dan Yuli “Sumpil” (Aremania), menampilkan kiat dan semangat dari anak manusia yang sangat mencintai profesinya tersebut. Film yang telah diputar pada ajang Jakarta International Film Festival (JiFFest) 2007 lalu tersebut merupakan karya dokumenter kedua pria yang lebih akrab dipanggil “Ucup” setelah The Jak (2007). Dan setelah premiere di Jakarta, akan diputar di Bandung, Malang, Semarang, Yogyakarta, Jember, Purwokerto, Pusan (Korea Selatan).
“Cita-cita saya, pagar besi pembatas tribun dengan lapangan nanti tidak perlu ada lagi. Jadi kita menonton sepakbola dengan enak, tidak ada perkelahian, tidak ada suporter yang mengganggu pemain. Saya juga ingin semua golongan bisa bersatu di sini. Kaya atau miskin, laki-laki atau perempuan, Cina atau bukan Cina, pejabat atau orang biasa, Islam atau Kristen, di sini semuanya bisa sama,”
Jika Liga sedang berjalan—yang berarti setiap minggu hampir selalu saja ada pertandingan sepakbola—Yuli harus menyisihkan sedikit jatah uang rokoknya agar bisa membeli tikat dan masuk stadion. Tetapi kalau kondisi keuangan keluarganya yang benar-benar sulit, Yuli kadang terpaksa menjual asesoris-asesoris suporternya untuk bisa membeli tiket. Tak jarang ia harus merelakan kaus atau syal kesayangannya dengan harga 10 hingga 20 ribu rupiah. “Sebenarnya sedih juga, karena barang-barang itu punya nilai sejarah bagi saya. Tapi saya akan lebih sedih lagi kalau tidak bisa masuk ke stadion dan menjadi dirigen bagi teman-teman,” katanya. Kadang-kadang Yuli juga membantu menjual tiket pertandingan. Beberapa hari sebelum pertandingan Yuli akan mengambil tiket di Mess Arema. Untuk tiap tiket seharga 10 ribu rupiah bisa dijualnya ia mendapat bagian 10 persen atau seribu rupiah. Agar bisa nonton pertandingan sekurang-kurangnya Yuli harus bisa menjual 10 tiket.
Seperti kebanyakan pemuda kota yang tinggal di kampung padat dan miskin, Yuli gemar sepakbola dan sering terlibat tawuran (perkelahian massal) antarkampung. “Buat saya dulu tawuran adalah bagian dari sepakbola. Sepakbola nggak ada tawuran seperti sepakbola banci,” kata Yuli. Ia kemudian bercerita, beberapa tahun lalu—sebelum menjadi dirigen—bersama 30 temannya ia datang ke Jakarta untuk melihat Arema bertanding. Ia berangkat dari rumah dengan sudah menyiapkan sebilah pedang. “Waktu itu, ini perlengkapan standar,” katanya. Di Jakarta ia terlibat bentrokan dengan kelompok Bonek di depan Stasiun Pasar Senen. Mula-mula hanya saling melempar batu, tapi kemudian menjadi saling kejar, memukul dengan potongan kayu atau besi, bahkan hingga sabetan pedang. “Yang saya ingat, keesokan harinya saya baca di koran ternyata ada 3 orang Bonek yang mati. Sementara kami semua selamat,” katanya.
Yuli kini ingin melupakan masa lalunya. Di ruang tamu rumahnya yang sempit, ia memasang fotonya ketika bersalaman dengan Ketua PSSI Agum Gumelar. Di foto itu, Yuli—berambut gondrong dan berkaus Arema warna biru—tampak tersenyum bangga. Katanya, “Saya diundang di acara pembukaan Liga Indonesia dan dikirimi tiket pesawat untuk hadir mewakili suporter”.
Karena tak bekerja, sehari-hari Yuli menghabiskan waktunya dengan nongkrong sja. Saya ingat waktu bertemu dengannya pertama kali tiga tahun lalu, ia tengah nongkrong di Salon Cimenk yang terletak beberapa ratus meter saja dari rumahnya. Didik, pemilik salon ini, adalah teman Yuli sesama Aremania.  Untuk urusan dandanan Yuli mengaku memang sering dibantu Didik. Sekali mencat rambut ia cuma akan membayar 10 atau 20 ribu. Tapi Yuli lebih sering tak membayar, karena ia memang jarang punya cukup uang. Suatu ketika karena merasa sungkan dan terlalu sering tidak membayar, sebelum berangkat ke stadion Yuli pernah mencat saja rambut gondrongnya dengan cat kayu, warna biru. Jelasnya, “Agar mudah membersihkannya, saya lumuri dulu rambut saya dengan minyak goreng, setelah itu baru saya cat. Saya ingin selalu bisa menarik perhatian di lapangan.”[ad#kumpulblogger]
Yuli punya cukup banyak koleksi asesoris Aremania.  Yuli punya macam-macam kaus Arema, dari kaus seperti yang dipakai para pemain—warna biru putih—sampai kaus-kaus bergambar kepala singa, lambang Arema, yang memang punya julukan sebagai tim Singo Edan (singa gila). Kebanyakan kaus macam ini bertuliskan “Kera Ngalam” atau “Ongis Nade”. Keduanya adalah bahasa slang Malang yang berarti “Arek Malang” dan “Singo Edan”.
“Saya biasanya pakai kaus Arema, tapi bawahannya bisa ganti-ganti, yang penting warna dan modelnya menyolok mata. Seorang teman suporter pernah memberi saya pakaian Skotlandia,” kata Yuli . Sebentar kemudian ia mengeluarkan lagi beberapa pakaian, dari yang berbahan kulit sintetis hingga kain sarung dan kain perca. Hampir semua pakaian ini dirancang sendiri oleh Yuli. Biasanya ia mendapat ide model-model pakaian baru setelah menonton pertandingan sepakbola Liga Italia atau Inggris di televisi.
Saya membuka-buka koleksi foto Yuli. Ia memberikan penjelasan detil untuk tiap foto yang saya lihat. Ketika saya sampai pada sebuh foto yang memerlihatkan sepasang lelaki dan perempuan berbaju pengantin, sementara di sekelilingnya adalah laki-laki dan perempuan yang semuanya berkaos biru Arema, Yuli menjelaskan bahwa itu adalah acara pernikahan seorang Aremania. Ia malah menceritakan tentang seorang Aremania lain yang naik haji ke Mekkah dengan membawa syal dan bendera Arema.
Yuli Sumpil, atraksimu dan kiprahmu sebagai dirigen bagi Aremania kala Arema bertanding akan selalu dinanti. Dirimu sebagai dirigen bagai seorang conductor dalam orkestra Aremania, orkestra yang menampilkan nyanyian, atraksi dan tarian Aremania.
Yuli Sumpil, dari sekian nyanyian seluruh Aremania yang kau pimpin selama ini, kami masih sering mendengar nyanyian yang bernada Rasis. Kami juga berharap dengan kepemimpinanmu di atas tribun akan bisa membawa nyanyian yang lebih sering hanya untuk mendukung skuad Arema yang sedang berjuang, dan tidak lebih sering menyanyikan tentang tetangga sebelah, biarlah mereka tetap J*****k, karena biar kita tidak menyebut mereka J*****k, mereka tetap J*****k juga. Oyi kan?
Biodata:
Nama lengkap : Yuli Sugianto
Nama lapangan: Yuli Sumpil
Tempat, tanggal lahir: Malang, 14 Juli 1976
Pendidikan: MA (SMA) Al-Amin Blimbing, Kota Malang
Ayah: Asip
Ibu: Djuariyah
Saudara: Anak ketujuh dari sembilan bersaudara
Keterlibatan di sepak bola:
- Menjadi suporter sejak kelas 5 SD
- Menjadi Dirijen Aremania sejak 1998-1999
Penghargaan :
- Terbaik film dokumenter The Conductors
- Mengantarkan Aremania menjadi The Best Supporter Piala Indonesia 2006


Sisi Lain Aremania

Mengantri
Adalah sesuatu yang bagi sebagian orang adalah sangat membosankan dan sangat sangat tidak asyik untuk dilakukan, apalagi dilakukan dengan berdiri dalam suasana panas terik, hujan badai,  kelaparan dan kehausan. Wes talah, pokoknya lengkap penderitaan bagi yang sedang menjalani. Akan tetapi semua ini bukanlah menjadi suatu halangan bagi yang namanya Aremania kala mengantri untuk membeli tiket. Sudah barang tentu hal ini sudah menjadi budaya yang setiap kali Arema maen sudah dapat dipastikan akan terjadi, ngantri tiket mudik aja kalah panjang dengan antrian dari Aremania! Suatu budaya yang perlu dilestarikan.
Budaya mengantri ini memang akan selalu dilestarikan olah Aremania, karena banyak manfaat dan keuntungan yang akan didapatkan. Hal pertama yang akan didapat adalah mengurangi tumbuh pesatnya calo tiket, karena apabila semua yang mau menonton pertandingan mendapatkan tiket dari loket resmi, maka calo tiket akan ndoweh, karena dagangan mereka tidak laku. Ada lagi, denganmengantri maka dengan berdiri bersama untuk mendapat giliran maju ke loket, maka akan terjalin komunikasi antar sesama Aremania, sehingga persaudaraan yang ada akan terasa semakin dekat. Dengan mengantri pula maka semua akan mendapatkan keadilan. Maksudnya tidak ada lagi yang merasa datang belakangan koq masuknya duluan, terus lagi tidak akan ada saling desak2an kala mendaptkan tiket, sudah barang tentu kaum hawapun akan merasa aman dan nyaman dengan budaya mengantri ini. Benul gak?
Malu masuk stadion tanpa tiket
Dalam lingkup aremania sendiri, sejak Aremania menyadari betapa pentingnya hasil penjualan tiket bagi kelangsungan tim Arema, maka dengan perasaan rasa memiliki terhadap Arema itu sendiri, maka Aremania yang mau menonton Arema selalu berusaha membeli tiket, berapapun harganya. Dan bahkan menurut survey yang ada, harga tiket pertandingan Arema adalah yang paling mahal dari pertandingan tim2 lain di Indonesia. Bisa di buktikan ini ker, dan hebatnya………hal ini sudah berlangsung sejak lama, ayas ingat sejak tim lain bertanding masih dengan harga 7.500 rupiah,  Arema kala bertanding kandang harga tiket sudah mencapai 12.000 dolar Amerika. Sungguh fantastis! Hahahaha lebay………
Inovatif dan kreatif
Hal ini sudah tidak perlu dipertanyakan lagi. Yang memulai lagu Padamu Negeri sesaat sebelum Arema bertanding siapa? Aremania. Sekarang hal ini sudah dilakukan oleh semuuuuuuuuuuuaaaaaaaa tim sepakbola di Indonesia kalu mau bertanding. Pengibaran bendera merah putih raksasa pertama waktu Timnas bertanding siapa? Aremania.Yang memulai atraksi bernyanyi dan menari kalau mensupport tim saat bertanding siapa? Aremania.  Yang pertama membentuk korwil untuk mengkoordiniir sesama suporter siapa? Aremania. Sekarang ayas melihat dengan mata, kuping, hidung ayas sendiri kalau bukan cuman supporter bola aja yang punya korwil, club sepeda motor pun punya. Aremania dengan salam satu jiwanya, siapa yang tidak tahu. Dulu mana ada suporter dengan salam khasnya, Aremanialah yang mempopulerkannya. Sekarang? kita tahu Persiba dengan salam satu bangsanya, The Jak dengan salam satu jarinya, ada lagi yang membikin salam satu bancinya.Hehehehe guyon ker……….Dan masih banyak lagi hal2 yang bisa dianggap inovatif dan kreatif lainnya. Tidak bisa bisa disangkal dan dipungkiri oleh supporter lain tentang hal ini. Hehehehe jika ada yang meniru dan tidak mau dianggap pagliat, mereka adalah munafik. Siapa yang seperti itu?
Kompak
Aremania dengan satu jiwanya telah membentuk suatu ikatan kekeluargaan yang kuat. Hal ini tidak lain adalah karena sesama Aremania merasa sudah menjadi satu, satu Aremania. Tidak ada lagi Jodipaners, tidak adalagi Argobel, tidak adalagi GAS. Bila semua sudah masuk stadion maka satu nama yang akan diusung, Aremania. Tarian dan nyanyian puluhan ribu Aremania hanya dengan dipimpin oleh seorang dirigen bisa dengan kompak berjalan. Bahkan seorang kondukter ternamapun (Adi M.S) mengakui bahwa dia belum pernah memimpin dengan orang segitu banyaknya, tapi Aremania bisa.
Sportif
Tugas dari suporter adalah mendukung dan memberikan semangat pada tim kala bertanding, cuma itu. Suporter tidak bisa turut serta untuk menentukan hasil pertandingan, apapun hasil pertandingan, maka suporter juga harus dapat menerimanya. Suporter tidak bisa selalu minta tim untuk menang, karena dalam sepakbola ada anggapan bola itu bundar, siapapun lawannya tim kuatpun bisa kalah dengan tim lemah. Maka bila Arema kalah itu sudah menjadi kewajaran dalam pertandingan, yaitu ada yang kalah dan ada yang menang, Aremania akan selalu dengan sportif menerimanya. Walau sudah barang tentu pulang dengan hati yang mengandung menthol jika Arema kalah.
Mungkin utuk sementara itu sajayang bisa ayas ulas, mungkin nawak2 lain punya hal lain yang bisa dibagi dengan nawak yang lain.
Salam Satoe Jiwa




Nama-Nama Klub Sepakbola Indonesia, Julukan Beserta Suporternya

Berikut beberapa nama klub Sepakbola di Indonesia yang ayas bisa sebutkan beserta julukan dan nama suporter yang mendukungnya. Jika masih ada nama klub sepakbola yang lain yang mungkin belum tercantum di sini ayas mohon maaf karena ayas terbatas pengetahuan semisal tentang julukan tim atau nama suporternya, jika ada info tambahan bisa nawak2 tambahkan sendiri di kolom komentar. Monggo disimak;
1.Klub: PSMS Medan
Julukan: Ayam Kinantan
Suporter: Kampak atau singakatan dari Kami Anak Medan Pecinta Ayam Kinantan
2.Klub: PSDS Deli Serdang
Julukan: Traktor Kuning
Suporter: Antrak
3.Klub: Semen Padang
Julukan: Kabau Sirah
Suporter: Spartack
4.Klub: PSPS Pekanbaru
Julukan: Ashkar Bertuah
Suporter: Ashkar The King
5.Klub: Sriwijaya FC
Julukan: Laskar Jakabaring
Suporter: Sriwijaya Mania
6.Klub: Persita Tangerang
Julukan: Pendekar Cisadane
Suporter: Benteng Viola
7.Klub: Persikota Tangerang
Julukan: Bayi Ajaib
Suporter: Benteng Mania
8.Klub: Persija Jakarta
Julukan: Macan Kemayoran
Suporter: The Jakmania
9.Klub: Persitara Jakarta Utara
Julukan: Laskar Si Pitung
Suporter: North Jakmania
10.Klub: Persikabo Bogor
Julukan: Laskar Pajajaran
Suporter: Kabo Mania
11.Klub: Persib Bandung
Julukan: Maung Bandung
Suporter: Bobotoh, Viking
12.Klub: Mitra Kukar
Julukan: Naga Mekes
Suporter: Mitman
13.Klub: PSIS Semarang
Julukan: Mahesa Jenar
Suporter: Panser Biru, Snex
14.Klub: Persijap Jepara
Julukan: Laskar kalinyamat
Suporter: Banaspati, Jetman
15.Klub: Persis Solo
Julukan: Laskar Samber Nyawa
Suporter: Pasoepati
16.Klub: PSIM Yogyakarta
Julukan: Laskar Mataram
Suporter: Brajamusti
17.Klub: PSS Sleman
Julukan: Elang Jawa
Suporter: Slemania
18.Klub: Persiba Bantul
Julukan: The Reds
Suporter: Paser Bumi
19.Klub: PPSM Sakti Magelang
Julukan: Macan Tidar
Suporter: Simalodra
20.Klub: Persela Lamongan
Julukan: Joko Tingkir
Suporter: LA Mania
21.Klub: Persik Kediri
Julukan: Macan Putih
Suporter: Persikmania
22.Klub: Persibo Bojonegoro
Julukan: Laskar Angling Darma
Suporter: Boromania
23.Klub: Persema Malang
Julukan: Laskar Ken Arok
Suporter: Ngalamania
24.Klub: Arema Indonesia
Julukan: Singo Edan
Suporter: Aremania
 25.Klub: Deltras Sidoarjo
Julukan: The Lobster
Suporter: Delta Mania
26.Klub: Persebaya Surabaya
Julukan: Green Force, Bajul Ijo
Suporter: Bonek
28.Klub: Persiba Balikpapan
Julukan: Beruang Madu
Suporter: PFC (Persiba Fans Club)/Balistik
29.Klub: Persisam Putra Samarinda
Julukan: Pesut Mahakam, Elang Borneo
Suporter: Pusamania
30.Klub: Bontang FC
Julukan: Laskar Khatulistiwa
Suporter: Bontang Mania
31.Klub: PSM Makasar
Julukan: Juku Eja
Suporter: The Macs Man
32.Klub: Persmin Minahasa
Julukan: Manguni Makasiouw
Suporter: Manguni Fans Club
33.Klub: Persibom Bolaang Mangondow
Julukan: Fajar Bulawan
Suporter: Bom Mania
34.Klub: Persipura Jayapura
Julukan: Mutiara Hitam
Suporter: Persipura Mania
35.Klub: Persiwa Wamena
Julukan: Badai Pegunungan Selatan
Suporter: Persiwa Mania

36.Klub: Persiku kudus
julukan: macan muria
suporter: SMM,Bas0ka


Rabu, 04 September 2013

Selamat Ulang Tahun Cristian Gonzales!


Gaya Gonzales Dalam Mencetak Gol
Gaya Gonzales Dalam Mencetak Gol

Wearemania.net - Siapa yang tak kenal dengan Cristian Gonzales. Pemain yang lahir pada 30 Agustus 1975 ini adalahsuperstardalam sejarah sepakbola Indonesia dalam dua dekade ini. Selama 10 tahun lebih berkarir di Indonesia ia sudah kenyang asam garam kompetisi sepakbola di Indonesia.
Memulai karir di Indonesia bersama PSM Makassar pada tahun 2003 lalu, ia ikut mengantarkan Tim Juku Eja menjadirunner upDivisi Utama Liga Indonesia. Torehan prestasi pemain yang lahir di Montevideo 38 tahun lalu tersebut tak berhenti di situ. Di musim pertamanya tersebut ia tampil sebagai pencetak gol terbanyak ketiga di level Divisi Utama dengan 27 gol, dibelakang rekannya Oscar Aravena (31 gol) dan Bamidelle Frank Bob Manuel dari Persik dengan 29 gol.
Sukses dimusim pertamanya bersama PSM membuat ia menjadi buruan sejumlah klub tanah air. Namun Cristian Gonzales memilih bertahan di Makassar. Bersama Ronald Fagundez ia andil mempertahankan posisi kedua di klasemen akhir Divisi Utama Liga Indonesia 2004. Sayangnya kiprahnya tak segemerlap musim sebelumnya, ia mendapat skorsing dari Komdis PSSI setelah memukul ofisial tim Persita di Stadion Benteng Tangerang.
Musim-musim berikutnya ditandai oleh kebintangan pemain yang mengawali karir profesional bersama Sud America pada tahun 1995 lalu. Tiga musim berurutan ia sendirian menjadi top skor Divisi Utama (Liga Indonesia 2005-2008). Tak ada pemain sebelumnya yang mampu mencetak prestasi demikian.
Pemain yang bernama lengkap Cristian Gerard Alfaro Gonzales bahkan melengkapi torehan spektakuler tersebut dengan turut menjadi top skor ISL 2008/09. Ia duduk di posisi wahid sebagai top skor meski harussharingdengan penyerang Persipura, Boaz Salossa. Setelahnya ia tak pernah lagi mampu mengulangi prestasi tersebut, meski sempat menjadirunner uptop skor di musim berikutnya (ISL 2009/10) dengan 18 gol.
Selain beberapa kali menjadi yang top skor di ajang kompetisi, Cristian Gonzales juga pernah meraih gelar top skor untuk Piala Indonesia 2010 dengan 10 gol. Selama bermain di level Liga Indonesia (termasuk ISL) dan Piala Indonesia, ia mencetak 249 gol dari 328 pertandingan (rasio 0,76 gol tiap pertandingan). Di luar dua kompetisi tersebut, ia masih mengikuti beberapaeventseperti Inter Island Cup dan Liga Champions Asia.
Tak hanya gemerlap prestasi individu, Cristian Gonzales juga andil memberikan mahkota juara divisi utama ketika memperkuat Persik pada musim 2006 lalu. Dibawah arahan Daniel Rukito, Macan Putih (julukan Persik) menjadi kampiun untuk kedua kalinya setelah mengalahkan PSIS Semarang 1-0 pada final yang digelar di Stadion Manahan, 30 Juli 2006 lalu.
Dalam sejarah sepakbola Indonesia, Cristian Gonzales adalah pribadi yang 'lengkap'. Prestasinya didalam lapangan sangatlah hebat. Namun diluar itu, ia tetaplah seorang manusia biasa yang memiliki sisi kelebihan dan kekurangan.
Pemain yang menjadi mualaf dan memiliki nama Islam, Mustafa Habibi setelah menikah dengan Eva Siregar tersebut tak lepas dari sisi kontroversi. Ia pernah dijatuhi skorsing 1 tahun pada tahun 2004 lalu setelah memukul pengurus Persita Tangerang. Di tahun 2006 ia juga berbuat ulah menanduk Emanuel de Porras dari PSIS yang harus membuatnya menerima hukuman skorsing 3 pertandingan.
Seolah tak cukup, Gonzales juga beberapa kali berurusan dengan komdis terkait perilakunya didalam lapangan. Puncaknya pada November 2008 lalu, Komdis PSSI menjatuhkan hukuman 1 tahun setelah ia memukul bek PSMS Medan, Erwinsyah H. Meski bandingnya sempat ditolak oleh Komding (Komisi Banding) PSSI, Gonzales akhirnya dapat meneruskan kiprahnya di lapangan hijau bersama Persib Bandung setelah mendapat remisi dari Ketua Umum PSSI, Nurdin Halid.

Meski sempat memperkuat tim Uruguay U-20 pada pertengahan 90an lalu, Gonzales akhirnya memilih dinaturalisasi dan menjadi warga negara Indonesia pada 1 November 2010 lalu.
Debutnya bersama Tim Nasional (Timnas) Indonesia untuk ujicoba melawan Timnas Timor Leste (21/10) berlangsung sukses. Ia mencetak dua gol untuk laga yang berakhir dengan skor 6-0 tersebut. Tiga hari kemudian pada tanggal 24 November 2010 ia mencetak sebuah gol kemenangan Timnas Indonesia dieventujicoba lawan Timnas China Taipei yang dimainkan di Stadion Jakabaring.
Selama bermain untuk Tim Merah Putih, Cristian Gonzales telah mencetak 11 gol dari 19 pertandingan. Prestasi tertingginya bersama Timnas adalah menjadi runner up Piala AFF 2010 lalu. Pertandingan terakhirnya bersama Tim Garuda terjadi pada 15 November 2011 untuk kualifikasi Piala Dunia 2014 melawan Iran yang berakhir dengan kekalahan Indonesia tersebut.

Sebagai pemain sepakbola, prestasi yang dibukukan oleh Cristian Gonzales dapat menjadi panutan bagi pemain lokal di Indonesia. Meski usia telah melewati kepala tiga, ia masih menjaga performanya dilapangan. Selain ganjaran prestasi ia juga bernaung rezeki nilai kontrak yang tinggi. Hadiah yang pantas bagi pemain dengan prestasi lengkap seperti Gonzales.
Sekarang ini Gonzales masih berkiprah di level teratas kompetisi sepakbola Indonesia. Ia menjadi andalan di lini depan Arema. Bersama tandemnya, Beto Goncalves ia seolah tak tergantikan di lini depan Singo Edan. Meski di bangku cadangan berderet penyerang yang musim sebelumnya menjadi starter di klubnya masing-masing, posisi Gonzales tetap tak tergoyahkan dimata Rahmad Darmawan, pelatihnya saat ini di Arema.
Keahlian Gonzales yang terletak pada akurasi tendangan dan tandukan, visi permainan, serta finishing touch-nya, masih dipandang sebagai salah satu yang terbaik pada dua dasawarsa terakhir. Dalam kurun waktu 10 tahun terakhir cukup banyak pemain yang bersinar dan padam. Hanya sedikit pemain yang mampu menjaga penampilannya dilapangan. Sebut saja Boaz Salossa yang mulai ikut bersaing bersamanya (Gonzales) sejak pertengahan 2000an lalu.
Cristian Gonzales, satu dari sekian pemain terbaik yang pernah bermain di Indonesia. Selamat milad Gonzales! Semoga engkau masih mampu menjaga kualitas permainan dan performa diatas lapangan.

Profil Cristian Gonzales

Nama Lengkap : Cristian Gerard Alfaro Gonzales
Tempat, Tanggal Lahir : Montevideo, 30 Agustus 1975
Posisi : Striker
Nomor Punggung : 10 (Arema), 9 (Timnas Indonesia)
Karir di Kompetisi/Liga Indonesia :
  • Liga Indonesia 2003 = PSM Makassar (Liga : 34 pertandingan, 27 gol)
  • Liga Indonesia 2004 = PSM Makassar (Liga : 22 pertandingan, 5 gol)
  • Liga Indonesia 2005 = Persik (Liga : 30 pertandingan, 25 gol; Copa Indonesia : 8 pertandingan, 10 gol)
  • Liga Indonesia 2006 = Persik (Liga : 28 pertandingan, 29 gol; Copa Indonesia : 8 pertandingan, 8 gol)
  • Liga Indonesia 2007-08 = Persik (Liga : 33 pertandingan, 32 gol; Copa Indonesia : 4 pertandingan, 5 gol)
  • ISL 2008-09 = Persik/Persib (Liga : 31 pertandingan, 28 gol; Copa Indonesia : 6 pertandingan, 8 gol)
  • ISL 2009-10 = Persib (Liga : 31 pertandingan, 18 gol; Piala Indonesia : 8 pertandingan, 10 gol)
  • ISL 2010-11 = Persib (25 pertandingan, 9 gol)
  • ISL 2011-12 = Persisam (32 pertandingan, 18 gol)
  • ISL 2013 = Arema (28 pertandingan, 17 gol) - hingga pekan ke-30
Caps bersama Timnas Indonesia : 19 (11 gol)

Prestasi :

  • Juara Liga Indonesia 2006 (Persik Kediri)
  • Runner Up Liga Indonesia 2003, 2004 (PSM)
  • Top Skor : Liga Indonesia 2005, 2006, 2007/08 (Persik), ISL 2008/09 (Persik/Persib), Piala Indonesia 2010 (Persib)



SUMBER : http://www.wearemania.net/arema/legends/4341-selamat-ulang-tahun-cristian-gonzales

Laga Home Terakhir Tak Live





Wearemania.net - Arema Indonesia menyisakan satu laga home di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang menjamu Persiba Balikpapan, Kamis (05/09). Sayang, laga krusial tersebut tak disiarkan oleh stasiun televisi swasta yang memegang hak siar atas kompetisi Indonesia Super League.
Pertandingan tengah pekan atau yang dilangsungkan pada hari selain Sabtu dan Minggu biasanya disiarkan secara live oleh pihak tv0ne. Namun hingga hari H pertandingan sama sekali tak ada konfirmasi dari pihak terkait tentang siaran langsung laga Arema vs Persiba yang kick off pada pukul 15.30 WIB.
Seperti yang tercantum dalam info jadwal siaran live di website resmi PT. Liga Indonesia, duel Singo Edan vs Beruang Madu memang dinyatakan NOT LIVE. Pihak tv0ne lebih memilih menyiarkan langsung laga antara Persepam Madura United vs Persipura Jayapura.
Keputusan ini tentu memancing reaksi dari para Aremania, terutama yang berada di perantauan dan yang tak bisa datang langsung ke stadion. Sebagai pihak yang jauh dari stadion, tentu mereka sangat menyesalkan tak adanya siaran live laga home terakhir Arema ini.
"Sayang sekali kalau pertandingan (Arema vs Persiba) menentukan seperti ini tak disiarkan live, apalagi Persipura kan sudah jelas juara," ungkap Mega, Aremanita Banyuwangi yang tak bisa tour ke Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang.


Sumber : http://www.wearemania.net/arema-news/4395-laga-home-terakhir-tak-live

NTERMEZZO: Jejak Pemain Bola Dari Liga Campina 2001 Malang




Sejak 12 Tahun, Dendi Santoso Sudah Berkompetisi
Sejak 12 Tahun, Dendi Santoso Sudah Berkompetisi

Wearemania.net - Es Krim Campina pernah menyelenggarakan suatu acara olahraga yang diberi nama Liga Sepakbola Anak (Ligana) Campina pada awal tahun 2000an lalu. Acara ini diikuti oleh ribuan anak-anak usia dini dari berbagai provinsi di Indonesia yang tergabung dalam ratusan Sekolah Sepak Bola (SSB).

TotalSebanyak 192 klub pemilik SSB berpartisipasi dalam kegiatan ini. Potensi klub yang selama ini seolah tak tersentuh oleh induk organisasi sepakbola, ingin dikembangkan oleh yayasan Pembinaan dan Pengembangan Olahraga Anak Indonesia (Porgaki).

Dikutip dariPrasetya On-line, bentuk permainan sepakbola dalam kompetisi ini agak berbeda dengan sepakbola yang biasa. Jumlah pemain setiap tim hanya 7 orang, bermain di lapangan yang luasnya separuh luas lapangan sepakbola umumnya, gawang berukuran 6x2 meter, dan tidak ada peraturan off side. Hal ini mengacu pada hasil Kongres FIFA di Wina tahun 1994 tentangsmall sided game. Dengan permainan semacam ini diharapkan seluruh potensi anak dapat dikeluarkan semaksimal mungkin dan si anak tetap gembira. Karenanya, sepakbola U-12 ini dapat dinamakanfun game.

Kompetisi ini dibuat khusus bagi anak-anak dengan usia 12 tahun kebawah (U-12). Terdapat 12 kota dari beberapa provinsi yang menyelenggarakan Ligana Campina 2001.


Sebanyak 16 tim sekolah sepakbola asal Malang, Lawang, Kepanjen, dan Blitar mendaftarkan diri sebagai peserta Kompetisi Ligana Indonesia 2001 Wilayah D/Malang. Mereka terbagi dalam 2poolyang bertanding setengah kompetisi. Setiappoolterdiri dari dari 8 SSB dan total 56 pertandingan dimainkan di wilayah Malang.

Untuk wilayah Malang kompetisi Ligana Campina 2001 dimainkan di Stadion Universitas Brawijaya setiap hari Minggu pagi, mulai 1 April hingga 20 Mei 2001. Hasil akhir, SS Unibraw 82 dan SSB Bina Putra lolos ke babak berikutnya (wilayah Jawa Timur) setelah menjadi juara di klasemenpoolmasing-masing.

Klasemen pertandingan
Pool A
Ur
SSB
Main
Menang
Seri
Kalah
Gol M
Gol K
Selisih
Nilai
1
Unibraw 82
7
6
0
1
34
3
31
18
2
IM Blitar
7
4
3
0
12
5
7
15
3
Persebhara
7
4
2
1
15
8
7
14
4
Lawang
7
3
1
3
7
17
-10
10
5
Kejora
7
3
0
4
12
11
1
9
6
Armada 86
7
2
2
3
6
12
-6
8
7
Kaki Mas
7
1
2
4
5
15
-10
5
8
IM Malang
7
0
0
7
3
23
-20
0

Pool B
Ur
SSB
Main
Menang
Seri
Kalah
Gol M
Gol K
Selisih
Nilai
1
Bina Putra
7
7
0
0
33
3
30
21
2
Mahaputra
7
4
2
1
18
7
11
14
3
AMS
7
4
1
2
22
16
6
13
4
Arema
7
3
1
3
13
12
1
10
5
MFC 2000
7
2
2
3
13
16
-3
8
6
Malang Post
7
1
2
4
9
22
-13
5
7
Rajawali 12
7
1
1
5
7
21
-14
4
8
Sumbersari Putra
7
1
1
5
5
23
-18
4
Pencetak Gol
13 gol: Mahendra Setya WK (Unibraw 82),Benny Kristian Saputra (AMS);
11 gol: Risky Ade Saputra (Unibraw 82);
9 gol: Diantoro (Bina Putra);
8 gol: Irzamai Abdi Lutfi (Kejora),Gigih May Siswantoro (Bina Putra);
7 gol:Sunarto (Mahaputra);
6 gol: Andrik (MFC 2000);
5 gol: Andy Djasmas (Armada 86), Sudibyo Budi Santoso (Persebhara), Dimas Gunawan Pribadi (Bina Putra), Udin Cahyono (Bina Putra), Bayu Ramadhan (Mahaputra), Febriyan Eka Wahyudi (Malang Post);
4 gol: Danang Hariest Wikonanda (Lawang),Firmansyah Aprilianto, Yoga Eka Firmansyah (Arema), David Nisya R (Rajawali 12);
3 gol: Avisha Firul Yusuf (IM Blitar), Rizky Fajar Kurniawan, Wisnu Wardana (Persebhara), Edy Heriyanto (Bina Putra), Dimas Alvan Septiawan (Sumbersari Putra), Agustian Wahyudi (Arema), M Rinaldy Dwi Putra (Mahaputra), Samsul Huda (MFC 2000);
2 gol: Zaenal Arifin, Dhimas Agus Candra, Deggles Kharisma BP (IM Blitar), M Arif Sugiarto (Kejora), Zurich Nur Fafin Fanhadi (Persebhara), Bayu Pamungkas (IM Malang), Danny Vriya Sastra (Kaki Mas), Kurniawan Dwi Adiguna, Ansa Hendrawan, Ganang Stya Linuda, Danny Yunus Susanto (Unibraw 82), Oke Kukus Hindratno, (Bina Putra), Dwi Sakti Arisona, Ahmad Luthfi Hadyan, Bibin Saiful Hudan (AMS Kepanjen), Wahyu Prasetya (Arema), Supriyanto (MFC 2000), Hilmi Fajariansyah (Malang Post);
1 gol: Ricki Yahya, Risky Harta Dewa, Joko Suroso (IM Blitar), Achmad Yunus, Muhammad Thoriq Aziz (Kejora), Alvarobi (Armada 86), Aries Eko Prasetyo, Fredin Aprianto (Persebhara), Firdaus Mahiendata (IM Malang), Taufan Permana, Bobby Sas Arisandi, Romario Rizaldi (Kaki Mas), Mashudi Efendi, Ahmad Fendi Ferdanan, Riyanto Setyawan (Lawang),Dendy Santoso, Dadang Murdianto (Unibraw 82), Bagus Ramadhani (Bina Putra), Suko Agus Wijaya, Aditya Sultoni (AMS), Sugeng Priyanto, M Alvian Arqom (Sumbersari Putra), Risky Pradanantyas, Gangga Lukita Pabharata, Rudy Hadi Siswanto (Mahaputra), Galih Prastiyo, M Soni (MFC 2000), Danang Dewangga, Azan Triguna, Teguh Ari Prabowo (Rajawali 12), Berry Mahardika Muhamad, Bayu Kurniawan Prasojo (Malang Post).
Yang menarik cobalah lihat daftar pemain yang dicetak tebal pada pencetak gol diatas. Dua belas tahun lalu mereka masih berusia anak-anak dan bermain dilevel Ligana. Namun saat ini kita sudah mengenal mereka sebagai pemain profesional di beberapa klub sepakbola Indonesia.

Sunarto dan Dendi Santoso kita kenal saat ini sebagai jagoan muda yang menghuni skuad Arema di Liga Super Indonesia (ISL) 2013. Benny Kristian dan Firmansyah Aprilianto tahun lalu juga satu tim dengan Sunarto dan Dendi, meski musim ini sudah hengkang dari klub yang bermarkas di Stadion Kanjuruhan tersebut. Selain itu Benny juga ikut mengantarkan Persekam Metro FC sebagai juara Divisi 1 tahun 2010 lalu.

Pemain lainnya seperti Gigih May Siswantoro pernah berkompetisi di ISL U-21 bersama Arema. Ia pernah mengikuti magang di tim Arema senior pada tahun 2007 lalu ketika Singo Edan masih ditukangi almarhum Miroslav Janu. Gigih juga menjadi bagian dari skuad Arema U-18 yang menjuarai Piala Suratin bersama Firmansyah Aprilianto dan Sunarto.

Sedangkan Yoga Eka Firmansyah, kita kenal sebagai Yoga Eka Hera, anak dari salah satu legenda Persema dan Arema, Geohannes Geohera. Ia pernah memperkuat Arema U-21 beberapa tahun lalu serta menjadi bagian dari skuad Persiko Tanjung Jabung Barat dan Arema IPL.

Diluar keenam pemain diatas masih terdapat Johan Ahmad Farizi (SSB AMS Kepanjen) dan Dicky Prayoga (SSB Unibraw 82) yang mengikuti Ligana Campina 2012.

Johan Ahmad Farizi menjadi bagian dari tim Arema hingga Putaran I Liga Super Indonesia 2013. Saat ini ia menjadistarterdari Persija. Dicky Prayoga sendiri saat ini bermain bersama Persema di kompetisi Liga Primer Indonesia (IPL).

Diluar kedelapan pemain diatas masih memungkinkan untuk mencari lebih banyak lagi alumnus Ligana Campina 2001 dan 2002 yang sekarang telah mentas menjadi pemain senior di beberapa klub profesional Indonesia.

Sayangnya, karena data dan arsip yang tak mendukung pencarian berhenti sampai disini. List data diatas berdasarkan pencetak gol saja. Jika ada rekan-rekan yang mengetahui dan memiliki kiprah pesepakbola cilik Malang yang saat ini masih berkarir dilapangan hijau sebagai pemain pro, sudilah untuk menambahkan atau mengkoreksi data diatas. S1J!





sumber :  http://www.wearemania.net/4397-intermezzo-jejak-pemain-bola-dari-liga-campina-2001-malang